Semua berawal dari kegelisahan seorang pengurus lama yang “geregetan” karena melihat ‘sunyi’nya kegiatan ke’amatiran’ HAAJ di waktu yang justru dirasa sangat spesial, 21 April 2010. Tepat pada tanggal tersebut HAAJ merayakan hari jadinya yang ke-26, yang, seolah sebagai hadiah ultah terindah, juga bertepatan dengan puncak ‘populasi’ hujan meteor “Lyrid Shower”.
Terlontarlah sebuah ide untuk mengadakan sebuah ekspedisi “Lyrid Hunter for better HAAJ” di tengah himpitan kesibukan hari kerja. Rencananya cenderung nekat karena selain terencana secara mendadak, personilnya pun bukanlah seorang ‘pengangguran’. Personilnya hanya empat orang, yang satu pekerja kantoran dan nekat izin kerja setengah hari keesokan harinya. yang satu lagi seorang Librarian sekolah dan nekat membiarkan perpustakaan sekolahnya kosong selama satu hari keesokan harinya. yang satu lagi guru tetap SMA yang nekad ikut dengan resiko meninggalkan beberapa jam ngajar. Sedangkan yang terakhir sebenarnya masih mahasiswa, tapi agak ‘nakal’ jadi guru mingguan yang cukup “gambling” dengan resiko meliburkan satu hari mengajar. Bukan bermaksud mengajarkan yang tidak baik, hanya ingin menyalurkan hasrat seorang astronom amatir yang menggebu-gebu… (LOL :-D)

Planetarium Jakarta, 21 April 2010. Waktu menunjukkan pukul 22.00 malam. Segala peralatan, perlengkapan dan perbekalan pengamatan sudah terkumpul rapi dan menunggu untuk diangkut dengan mobil pengurus yang masih dalam perjalanan. 1 set teleskop dan binokuler, 2 buah tripod, 1 kamera pocket, 1 kamera DSLR, bermeter-meter terpal dan spanduk bekas, sebungkus besar makanan berisi Beng-Beng, roti, biskuit dan susu, dan sekotak kecil kue ulang tahun lengkap dengan lilin-lilinnya.

Sambil menunggu, personil lainnya iseng-iseng mengecek langit. Wajah masam langsung muncul saat melihat awan tebal merata menyelimuti langit Jakarta. Kekecewaan tak dapat dibendung mengingat sepanjang 1 minggu terakhir, langit Jakarta justru terlihat sangat menawan dengan taburan bintang-bintangnya.

Gambar 1. Personil “Lyrid Hunter for Better HAAJ” berpose di depan gedung Planetarium sesaat sebelum berangkat.

Datangnya mobil seolah membangkitkan kembali optimisme yang sempat menghilang. Mata langsung segar saat melihat mobil yang sudah terisi penuh bahan bakar siap untuk mengantarkan kami kemana pun langit cerah menunggu. Tak ingin membuang waktu lagi, pukul 23.00 malam, kami pun langsung berangkat meninggalkan Planetarium. Cisarua, Puncak, Cibodas dan sekitarnya menjadi pilihan tujuan untuk memuaskan ‘hasrat amatir’ kami.

Malam sudah semakin larut dan meninggalkan kelengangan jalan sepanjang jalan tol Jagorawi. Setelah sempat hujan deras di beberapa lokasi, dalam waktu kurang dari satu jam, kami pun tiba di daerah cisarua dan mulai mencari tempat yang cocok untuk mengamat. Kondisi cuaca saat itu sangat buruk dengan turunnya hujan yang cukup lebat dan diperparah dengan turunnya kabut yang membuat jarak pandang mobil hanya beberapa meter saja. Selepas melewati Puncak Pass, kondisi cuaca tidak menunjukan tanda-tanda membaik dan kami pun langsung memutuskan untuk menunggu hujan reda di pelataran gerbang Taman Raya Cibodas.

30 menit waktu berlalu tanpa ada yang berubah membuat kami semakin gelisah dengan desakan waktu yang semakin menipis. Kami pun memutuskan untuk mengecek cuaca di negeri tetangga sebelah; Kota Cianjur. Setiba di pinggiran kota, hujan pun mereda dan meninggalkan awan tebal nan pekat tanpa ada tanda-tanda ingin bergeser. Merasa akan sangat kesulitan dengan awan tebal tersebut, kami pun memilih untuk putar haluan dan kembali kearah semula dengan asumsi bahwa kondisi cuaca di daerah dataran tinggi cenderung lebih cepat berubah, dengan harapan langit cerah akan menggantikan awan mendung yang membosankan.

Gambar 2. Kondisi Langit pengamatan saat pertama kali tiba.

Pukul 02.00 dini hari, kami tiba kembali di pelataran gerbang Taman Raya Cibodas, Hujan sudah berhenti dan lembaran awan mendung sudah mulai terfragmen untuk memberikan kesempatan bintang-bintang untuk tampil. Hati yang sudah semakin sumringah sempat diciutkan kembali dengan suhu lokasi yang turun drastis hingga hanya kurang lebih 10-15 derajat. Angin gunung yang turun ke lembah tempat kami mengamat sempat membuat kami enggan untuk keluar dari mobil kami yang hangat. Namun, dengan semangat 45, kami pun keluar dari mobil dan menyiapkan lokasi pengamatan senyaman mungkin.

Sambil menunggu langit semakin membaik, kami pun membuat acara seremonial singkat untuk merayakan ulang tahun HAAJ yang ke-26. Dibekali sekotak kecil kue ulang tahun dan lilin-lilin yang sulit sekali dinyalakan, kami pun bersenandung menyanyikan lagu ulang tahun dengan suara yang cenderung bernada tenor karena menggigil. Sempat saat sekali suara nyanyian itu dinaikkan, anjing penjaga gerbang Taman Raya Cibodas langsung menggonggong keras sekali, entah bersikap setuju dan menikmati atau tidak setuju karena terganggu dengan nyanyian tenor itu.

Acara seremonial berlangsung singkat namun khidmat, diiringi dengan harapan dan doa yang terlontar dari mulut kami demi HAAJ yang lebih baik. Hal itu cukup semakin menguatkan kami untuk mengamati hujan meteor dan menahan dinginnya malam ketika itu.

Gambar 3. Seremonial acara tiup lilin ulang tahun HAAJ yang ke-26.


Pukul 03.00 dini hari, terpal dan spanduk bekas baru saja digelar dan kami pun baru sebentar menikmati dinginnya aspal taman raya ketika secara tiba-tiba sebuah leretan cahaya berwarna putih kehijauan bergerak pelan di langit utara. Seperti sebuah kembang api yang meluncur dari rasi Aquilla dan memanjang hingga rasi Lacerta, membuat kami lepas “kegirangan” dan berteriak tidak karuan membuat suasana sangat meriah dan, lagi-lagi, membuat si anjing penjaga gerbang kembali menggonggong keras, entah ikut bergembira atau lagi-lagi merasa terganggu. Sungguh sebuah penampakan meteor yang sangat mengesankan.

Gambar 4 Kondisi langit di daerah sekitar “Summer Triangle” yang menjadi titik radian Lyrid Shower

Hal itu semakin membuat kami optimis dan membuka lebar-lebar mata untuk mengawasi seluas mungkin daerah cakupan langit yang sanggup kami lihat, meski di beberapa daerah langit masih ditutupi awan tebal. Beberapa personil langsung diam terpaku khidmat dengan posisi tidur dan duduk, sementara yang lain sibuk dengan kameranya. Beberapa meteor terus ber’seliweran’ di atas kepala kami dengan berbagai warna, ukuran dan durasi penampilan. Mayoritas dari mereka banyak terlihat di daerah rasi Scorpius, Ophiucus dan Sagittarius di daerah langit selatan, sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa meteor akan lebih banyak terlihat justru di daerah yang berlawanan dari titik radian, dalam hal ini rasi Lyra (Lyrid Shower) di daerah langit utara.

Gambar 5. Penampakan Galaksi Bima Sakti di antara Rasi Scorpius dan Sagittarius, yang menjadi daerah dominan penampakan Lyrid Shower.

Ternyata, setiap penampakan meteor menimbulkan reaksi yang berbeda-beda bagi para pengamatnya. Bagi yang hanya sekedar menikmati keindahannya dengan mata kepala, reaksi kepuasan terus memancar dengan segala euforianya. namun bagi yang tidak cukup puas jika hanya sekedar melihat dengan mata kepala, tapi juga berharap dapat merekamnya dengan mata kamera, kepuasan itu sangat sulit sekali terwujud. Keberuntungan mutlak diperlukan untuk dapat merekam jejak leretan cahaya meteor di permukaan sensor kamera kita. Tidak sama seperti pengalaman memotret petir misalnya, memotret jejak meteor jauh lebih sulit dan memerlukan jauh lebih banyak keberuntungan dibanding skill. Sebuah petir biasanya akan memiliki tanda-tanda jika akan muncul, sementara meteor, tidak ada sedikit pun “bisikan” yang membantu kita. Kesimpulannya, pengalaman memotret meteor adalah sesuatu yang sangat unik dan menantang.

Hasil penampakan meteor yang tercatat:

Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 04.30 pagi, semakin dekat dengan waktu pulang yang telah disepakati. Kami pun mulai bersiap-siap untuk pulang, merapikan peralatan dan mengambil beberapa foto dokumentasi terakhir. Tepat pukul 05.00 pagi, kami pun meluncur turun kembali ke Jakarta, kembali ke kehidupan nyata kami.

Gambar 6. Pose terakhir sebelum beranjak pulang.

Sepenggal pesan untuk sang partner lama:
Ucapan terima kasih dan salut tercurah tiada henti atas ide yang terealisasi. Rasa syukur terlimpah ruah untuk semua perhatian yang tak pernah terputus meski hanya bisa melakukannya dari jauh. Semoga romantisme itu akan selalu ada sepanjang nafas keamatiran yang tak henti-hentinya kita hembuskan. Semoga api semangat kebersamaan itu selalu berpendar dan selalu dapat menghangatkan pembaringan yang telah lama kita tinggalkan.

Salam Astronomi

Shares:
4 Comments
  • zube
    30/04/2010 at 12:49

    kkkk………
    let’s make an adventures again guys…

    Reply
  • zube
    30/04/2010 at 12:52

    wah… ada yang sedikit lebayh nie…
    pertama:
    gw bukan guru tetap
    kedua:
    gw gak ninggalin kewajiban gw, yeeaaah… walopun ada sedikit white lie-nya seeeh… xixixixi

    Reply
  • Junita
    17/05/2010 at 12:54

    makasihhhhh……. love u always HAAJ…

    Reply
  • Amrizal
    26/05/2010 at 20:01

    Walah kok makin sepi Ultah HAAJ, kalo sekolahnya rame. Tp amateur activity-nya mana?

    Reply
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *