Apa jadinya jika langit malam yang gelap, rasi bintang yang tak terputus, dan semangat astronomi yang menyala terang bertemu di satu akhir pekan? Itulah yang kami rasakan dalam Star Party Anggota HAAJ 2025, sebuah perjalanan lintas waktu dan cahaya yang berlangsung dari tanggal 2 hingga 4 Mei lalu, di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).

Foto bersama dengan latar belakang Bimasakti.
Foto oleh: Hireka Eric

Apa Itu Star Party?

Star party adalah ajang berkumpulnya para pencinta langit malam untuk mengamati bintang dan objek-objek langit lainnya secara bersama-sama. Tapi bagi kami di Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ), kegiatan ini lebih dari sekadar memandangi bintang. Ini adalah momen berbagi dan mendalami pengetahuan, merawat kecintaan terhadap langit, dan mengingatkan kembali bahwa semesta terlalu luas untuk dilihat sendirian.

Semesta yang indah ini, terlalu luas untuk dilihat sendirian.

Mengapa Taman Nasional Ujung Kulon?

Pemilihan TNUK sebagai lokasi bukan tanpa alasan. Dalam pengamatan astronomi, kegelapan langit adalah segalanya. Kita menggunakan Skala Bortle sebagai acuan. Ini adalah sebuah sistem untuk mengukur tingkat kegelapan langit malam dari skala 1 (sangat gelap) hingga 9 (langit kota besar). TNUK, dengan minimnya polusi cahaya dan bentang alam yang masih alami, berada di level 2 pada Skala Bortle. Sudah lebih dari cukup untuk melihat detail struktur bentangan galaksi Bimasakti dengan mata telanjang.

Skala Bortle mengukur dampak polusi cahaya pada langit malam di lokasi tertentu.
Sumber gambar: ESO

Lokasi pengamatan berada di level 2 pada Skala Bortle dan dengan SQM mencapai 21,98 mag/arcsec².

Tahukah Kamu?

  • SQM (Sky Quality Meter) adalah ukuran kuantitatif untuk mengukur kecerahan langit malam di arah zenit yang dinyatakan dalam satuan magnitudo per detik busur kuadrat (mag/arcsec²).
  • Semakin besar nilainya, semakin gelap langitnya, maka semakin banyak bintang-bintang yang dapat dilihat.
  • Secara teoretis, nilai maksimum yang dapat dicapai di Bumi adalah 22 mag/arcsec².

Hari Pertama: Langit Gelap, Antusias Tinggi

Sebanyak 20 anggota HAAJ berkumpul di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada pukul 8 pagi. Dengan semangat, kami berangkat menuju barat. Perjalanan kami jeda sejenak di daerah Panimbang untuk istirahat, sholat Jumat, dan makan siang.

Sekitar pukul 3 sore, rombongan tiba di Komplek Kantor SPTN II Handeuleum, yang menjadi akomodasi kami selama dua malam ke depan. Setelah pembagian kamar dan orientasi lokasi, sore hari diisi dengan sesi berbagi cerita mengenai rencana pengamatan yang telah disiapkan tiap peserta.

Saat malam mulai menyapa, kami berkendara singkat menuju lokasi pengamatan pertama: Bumi Perkemahan Legon Pakis. Begitu tiba, suasananya langsung terasa berbeda. Tidak ada gemerlap cahaya terestrial sama sekali. Pun tidak ada polusi suara. Hanya suara desiran daun dan cahaya Bulan yang saat itu sedang berada dalam fase sabit awal (iluminasi 27%).

Kami memasang teleskop dan membentangkan terpal. Sambil tiduran, langit malam menyambut kami dengan parade bintang tiada henti. Planet Mars terlihat sangat tajam di antara duo bintang Gemini: Pollux dan Castor. Tak lama kemudian, Crux beserta Alpha & Beta Centauri, sang penunjuk arah selatan, mulai menampakkan dirinya di atas pepohonan. Tak lupa pula Sirius, bintang paling terang di langit malam, sudah menemani kami sedari awal. Menghadap ke arah utara di ketinggian rendah, Ursa Major tidak mau ketinggalan. Ia melintang dengan cukup cerah di antara celah awan tipis.

Kiri dan Tengah: Bentangan galaksi di sekitar rasi Crux dan Centaurus. Terlihat pula fitur gelap seperti Circinus Molecular Cloud (arah jam 7 dari Alpha Centauri) dan Coalsack Nebula (arah jam 9 dari Acrux). Kanan: Rasi Canis Major beserta Sirius di dalamnya.
Foto oleh: Rifqi Pratama
Foto oleh: Rifqi Pratama

Peserta sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang mengarahkan teleskop ke gugus terbuka Beehive yang dilanjutkan ke nebula Carina, ada pula yang sibuk dengan perangkat astrofotografinya, ada juga yang duduk atau rebahan seraya menikmati setiap detik momen indah yang disuguhkan oleh semesta.

Kiri: Peneropongan ke arah Mars dan gugus Beehive. Kanan: Peserta duduk santai sambil menghadap bentangan galaksi di sekitar rasi Crux dan Centaurus.
Foto oleh: Hireka Eric

Tidak terasa jam menunjukkan pukul 10 malam. Saat itulah rasi Scorpius muncul secara utuh, dari capit hingga ekor. Galaksi Bimasakti kini semakin jelas membentang di hadapan kami. Bentangannya terpampang dari timur ke barat daya.

Kiri: Light painting “HAAJ”. Kanan: Foto bersama dengan latar belakang Bimasakti.
Foto oleh: Rifqi Pratama (kiri) dan Hireka Eric (kanan)

Sekitar pukul 11 malam, kami kembali ke penginapan. Tapi bagi sebagian, malam belum selesai. Beberapa peserta masih melanjutkan pengamatan dari area dekat penginapan. Pada sekitar tengah malam, bentangan galaksi semakin tinggi menggantung di atas kepala kami. Saat capit Scorpius sudah sekitar dua per tiga jalan menuju transit, di situlah parade selanjutnya hadir: “Teapot” Sagittarius. Pengamatan terus berlanjut hingga sekitar pukul 4 pagi.

Hari Kedua: Menjaga Alam, Menjelajahi Langit

Pagi harinya, agenda kami tak kalah menarik. Bekerja sama dengan pihak TNUK, kami mengikuti kegiatan edukatif berupa trekking singkat dan penanaman mangrove. Ini menjadi momen penting: menjaga alam yang selama ini memberi kita langit yang bersih.

Siang hingga sore diisi dengan istirahat dan waktu bebas. Menjelang petang, kami mengikuti sesi instrumentasi yang dibawakan oleh Kak Ronis. Pembahasannya meliputi spesifikasi teleskop, kalkulasi pembesaran dan luas bidang pandang (FoV), serta mengetahui batas kemampuan teleskop.

Menjelang matahari tenggelam, kami berkendara singkat ke tepi pantai yang tidak jauh dari lokasi pengamatan pertama. Di hadapan kami terhampar laut biru di Teluk Paraja. Sunset di tempat ini begitu menenangkan. Langit jingga memantul di atas permukaan laut yang tenang, menandai akhir hari dan awal petualangan malam kedua. Setelah 1 jam berlalu, kami kembali ke penginapan untuk selanjutnya makan malam bersama.

Malam itu, pengamatan dilakukan di area dekat penginapan. Lampu bangunan dimatikan dengan izin petugas, menciptakan suasana gelap yang ideal. Selagi menyimak Pak Mike berbagi ilmu mengenai astrofotografi planet, kami kembali ditemani parade bintang. Setelah itu, sembari rebahan di bawah ribuan bintang, Kak Ronis membimbing sesi star hopping—seni menjelajah langit dari satu rasi ke rasi lainnya. Kami secara bergantian menunjuk suatu rasi bintang menggunakan pointer laser hijau lalu “melompat” ke rasi berikutnya.

Kiri: Rebahan di bawah ribuan bintang. Kanan: Belajar teknik star hopping.
Foto oleh: Hireka Eric

Kemudian dengan star chart kosong, kami menggambar ulang rasi bintang. Tidak tahu harus menggaris dari mana ke mana? Cukup mendongak saja ke atas. Kapan lagi bisa melihat contohnya langsung dari sumbernya? Dari Gemini, Cancer, hingga Leo; dari Centaurus, Scorpius, Libra, hingga Virgo; dan menyusul Sagittarius, Ophiuchus, Bootes, dan Hercules; kami mencoba melompati rasi demi rasi. Rasanya seperti pelaut kuno yang bernavigasi dengan bintang-bintang.

Teleskop dan binokular sangat sibuk malam itu. Objek-objek seperti gugus bola Omega Centauri, asterisme Coathanger, M7 (gugus terbuka Ptolemy), M6 (gugus terbuka Butterfly), dan berbagai deep-sky object lainnya menjadi menu utama. “Dunia sangat sibuk”, begitulah kami saat itu. Hingga akhirnya, selepas jam 1 dini hari, gerimis datang untuk menyudahi kesibukan kami di malam itu.

Kiri: Mengintip pusat galaksi.
Kanan: Peneropongan dengan latar belakang 4 bintang mencolok. Dari kiri ke kanan yaitu α Cen, β Cen, Mimosa, dan Acrux.
Foto oleh: Hireka Eric

Tahukah Kamu?

  • Bentangan Bimasakti yang kita lihat dari Bumi bukanlah satu objek tunggal, melainkan gabungan berbagai komponen dari seluruh arah menuju pusat galaksi, dengan jarak yang berbeda-beda. Karena sudut pandang kita, semuanya tampak seperti satu kesatuan.
  • Bayangkan seperti saat memandang dari puncak gunung. Kita melihat deretan bukit dan kota yang tampak berdekatan, padahal sesungguhnya berjauhan.
  • Salah satu contohnya adalah Great Rift, awan antarbintang besar yang dari perspektif kita tampak membelah Bimasakti dan menghalangi cahaya dari arah pusat galaksi serta sebagian besar sektor radialnya.
Gambaran umum Bimasakti sebagaimana yang terlihat oleh Gaia, dengan fitur-fitur gelap ditandai dengan teks putih dan awan bintang ditandai dengan teks hitam. Great Rift membentang dari paling kiri melintasi bidang galaksi.
Sumber gambar: Wikipedia
Posisi Matahari (tengah) jika dilihat dari atas bidang galaksi. Terlihat bahwa komponen-komponen pembentuk Great Rift sebenarnya masih berada cukup dekat dengan kita. Contohnya adalah Cygnus Rift dan Serpens–Aquila Rift, yang meskipun tampak menyatu di langit, sebenarnya merupakan dua struktur terpisah. Keduanya bahkan lebih dekat ke Matahari dibanding ke pusat galaksi. Great Rift sendiri tersebar dari Lengan Orion–Cygnus hingga Lengan Carina–Sagittarius.
Sumber gambar: Wikipedia

Hasil Pengamatan

Berikut beberapa citra hasil pengamatan selama dua malam. Dokumentasi lengkap beresolusi tinggi tersedia di Google Drive (tautan ada di akhir posting).

Beberapa objek yang umum dikenal yang berada di sekitar arah pusat galaksi.
Foto oleh: Rifqi Pratama

Hari Ketiga: Menutup Perjalanan, Membawa Kenangan

Pagi berikutnya, kami sarapan bersama dan mengabadikan momen lewat foto bersama. Jam 10 pagi, kami melangkah kembali ke Jakarta, dengan kepala penuh kenangan dan hati yang lebih dekat pada langit.


Ingin Ikut Merasakan Pengalaman Seperti Ini?

Jika Anda penasaran bagaimana rasanya menyaksikan berbagai objek langit melalui teleskop di bawah langit gelap jauh dari perkotaan, serta bagaimana caranya mengoperasikan teleskop, cara membaca peta bintang, dan cara mengenali berbagai rasi bintang, atau sekadar rebahan di bawah bintang-bintang sambil berdiskusi mengenai keilmuan astronomi bersama para mentor, jangan lewatkan Star Party Umum HAAJ yang akan digelar pada:

  • 📅 Tanggal: 27–28 Juni 2025
  • 📍 Lokasi: Telaga Pelangi Payang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
  • ✨ Kualitas langit: Bortle 5, SQM 20,18 mag/arcsec². Sebagai perbandingan:
    • Jakarta Pusat: Bortle 8-9, SQM 18,02 mag/arcsec²
  • 👨‍👩‍👧‍👦 Terbuka untuk umum – cocok untuk siapa saja dari kalangan mana saja yang ingin mengenal langit malam
🚀 Berminat? Silahkan daftar di sini: linktr.ee/astro.jakarta

Terima Kasih

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak Taman Nasional Ujung Kulon atas dukungan luar biasa dalam kelancaran kegiatan ini. Tak hanya memberi kami langit yang bersih, tapi juga kesempatan untuk menyatu dengan alam dan belajar menjaganya.

HAAJ terus berkomitmen untuk membawa astronomi lebih dekat ke masyarakat. Melalui kegiatan seperti ini, kami percaya bahwa langit malam tak hanya indah dilihat, tapi juga layak dipahami dan dijaga bersama.

Sampai jumpa di perjalanan berikutnya!


Foto-foto kegiatan dan hasil pengamatan bisa diunduh di sini: Google Drive

Shares:
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *