Pada awalnya ketika Michell menganalisis dampak gravitasi Newton tercetuslah hasil yang mengindikasikan terbentuknya bintang yang cahayanya tidak sanggup lepas dari gravitasi bintang tersebut. Bintang ini disebut Dark Star atau Bintang Gelap (Newton sudah menganggap cahaya layaknya partikel yang disebut corpuscle, yang disanggah oleh Huygens – cahaya adalah gelombang). Saat lahir teori relativitas umum tentang gravitasi (konsep lengkung ruang-waktu) barulah masalah sifat cahaya dimengerti. Secara ringkas terhadap teori ini bahwa hadirnya medan gaya berat di alam ini sebagai akibat melengkungnya ruang-waktu. Namun Einstein sempat membantah ada bintang seperti bintangnya Michell/Laplace.
Bukti cahaya terbelokkan karena gravitasi terjadi saat Gerhana Matahari Total (1919). Lalu mengenai pergeseran titik perihelion Planet Merkurius serta adanya pergeseran merah gravitasi pada pola spektrum (beda dengan pergeseran merah Doppler dalam pengembangan alam semestanya Hubble). Contoh lain, adanya selisih tibanya sinyal dari wahana Viking serta perhitungan terhadap posisi satelit di orbit Bumi.
Selang beberapa bulan dari perumusan Einstein, Schwarzschild berhasil menyelesaikan satu dari dampak teori tersebut yang melahirkan istilah Magic Circle yang kini dikenal sebagai Radius Schwarzschlid sebagai penghargaan kepadanya (r ~ 2GM/c2). Lazim pula disebut Event Horizon yang dianggap radius Lubang Hitam.
Dapat dibayangkan suatu materi yang sangat mampat, gravitasinya luar biasa besar sedemikian cahaya pun tidak sanggup untuk melepaskan diri. Sementara kalau kita bandingkan dengan di Bumi sebagai contoh. Kecepatan lepas (kecepatan yang dibutuhkan untuk bisa lepas dari gravitasi) di Bumi hanya 11,2 km/s; sementara cahaya kecepatannya sekitar 300.000 km/s. Kalau cahaya saja tidak bisa lepas, bagaimana dengan materi lain dan bagaimana cara mengetahui adanya benda tersebut ? Ternyata, benda ini bisa dideteksi dari dampak yang timbul disekitarnya.
Pada perkembangan selanjutnya, penelitian benda langit ini semakin intens. Beragam teori berhasil dipecahkan dan ternyata dampaknya luar biasa. Lubang Hitam nyatanya bukan sekedar dari hasil ledakan bintang. Benda ini bahkan telah ada sejak awal pembentukan alam semesta (Primordial Black Hole yang ukurannya kecil, 10–13 seukuran proton/neutron) sedemikian diprediksi banyak sekali jumlahnya tersebar di seluruh jagad. Bahkan ada dugaan kuat bahwa di pusat galaksi Bima Sakti sendiri terdapat Lubang Hitam, termasuk banyak galaksi lain. Belum lagi konsekuensi terhadap kehadiran alam semesta sendiri yang diyakini berasal dari satu dentuman besar yang kini teorinya dikenal sebagai Big Bang; yang pada saatnya nanti akan terjadi fenomena sebaliknya – Big Crunch. Memang lebih mudah mendeteksi Lubang Hitam bila berada dalam sistem bintang ganda dan kebetulan sebagian besar bintang-bintang yang ada adalah sistem bintang ganda atau sistem bintang jamak (Contoh : Alpha Centauri).
Bagaimana sifat Lubang Hitam ? Nama awal beragam, Dark Star, Frozen Star, Collapsed Star, yang akhirnya disebut Black Hole. Masalah hitam dimaklumi sebab tidak ada berkas cahaya pun sampai ke pengamat. Namun istilah lubang, ini berdasar pandangan geometri dari teori relativitas umum yang meramalkan keberadaannya. Ruang-waktu benda langit ini sedemikian melengkung, jadi seolah berada dalam lubang khayal yang sangat dalam. Sekarang bagaimana kelakuan materi atau cahaya di dalam Lubang Hitam ? Semuanya masih terus diteliti. Secara ujud, pada daerah sekitarnya ada yang tidak terpengaruh kelengkungan ruang-waktunya. Makin dekat tentu akhirnya akan tersedot kedalamnya. Seandainya saja kita mendekati daerah event horizon mungkin kita ditarik sedemikian rupa menjadi mirip bakmi. Bila sudah masuk melewati radius Schwarzschild, tidak bisa keluar lagi. Bila anda ke sana mengirim sinyal (di luar event horizon) maka sinyal ke dua (sudah didalamnya) dalam selang 1 detik kemudian, rekan anda di Bumi sampai kapan pun tidak akan menerima sinyal anda.
Kerapatan Lubang Hitam tentu luar biasa besar. Katakan semisal Matahari dapat menjadi Lubang Hitam, maka kerapatannya ~ 20 milyar ton/cm3. Bagaimana dipusatnya? Tentu tak terbayangkan bila kerapatannya menuju tak hingga, sementara ruangnya sedemikian kecil menuju titik (0-D). Inilah yang biasa dikenal sebagai Titik Singularitas (Penrose, 1965) – virtually no space, sebenarnya tidak ada ruang, Out of existence. Di sini, penulis lebih suka mengatakan: “there is something rather than nothing,” yang kalau kita bandingkan kondisinya mirip dengan kondisi pada cerita wayang Manikmaya (1703) tentang “Creation of the Universe” yaitu kondisi “awang uwung”.
Salam w-dms
Sabar ya tuk bgn akhir tulisan ini, kejar tayang tuk byr utang nih .. wuih.
Oya, SELAMAT tuk yang lolos UN & yg dah duluan dpt tempat sesuai harapan di Perg. Tinggi. Bagi yg kebetulan tdk lolos, jadikan itu sbg langkah awal anda berjalan.